Selasa, 21 Maret 2017

Saksi Ahok: Tak patut warga jadi hakim atas kasus berdasarkan nafsu

www.LigaEmas.com


Saksi ahli agama yang dihadirkan penasihat hukum terdakwa kasus dugaan penodaan agama Basuki Tjahaja Purnama, KH Ahmad Ishomuddin menegaskan dirinya datang ke persidangan atas nama pribadi. Sehingga tidak kaitannya dengan posisinya sebagai Rais Syuriah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Jakarta ataupun Wakil Ketua Komisi Fatwa MUI Pusat.

Ahmad mengatakan, adanya perbedaan keterangan dalam persidangan antara dirinya dengan Rais Aam PBNU yang juga Ketua MUI Ma'ruf Amin menjadi pertimbangan Majelis Hakim. Harapannya pandangannya mungkin bisa memberikan sudut pandang sendiri sebelum memutuskan.

http://ligaemas.blogspot.com/2017/03/saksi-ahok-tak-patut-warga-jadi-hakim.html

"Saya kira perbedaan pendapat ini penting untuk menjadi masukan dari hakim, kira-kira mana argumentasi ilmiah agama yang lebih kuat dalam penyelesaian kasus ini," katanya di Kementerian Pertanian, Jakarta Selatan, Selasa (21/3).

Ahmad mengatakan, meski keterangan berbeda bukan merupakan hal yang aneh, bahkan itu sebagai sesuatu yang wajar. Terlebih, dia menambahkan, perbedaan dalam tubuh organisasi Nahdlatul Ulama sebagai hal yang biasa.

"Pendapat kami berbeda saya kira wajar saja. Karenaa dalam islam itu toleran dengan perbedaan-perbedaan agama apalagi di NU sebuah organisasi besar uang ara ulamanya terbiasa membaca kitab fikih yang di dalamnya dipenuhi perbedaan. Jadi perbedaan itu bukan berarti saya tidak taat kepada KH Ma'ruf Aminn," katanya.

Dia mengungkapkan, keterangannya dalam sidang sebagai penyeimbang dari pendapat keagamaan saksi ahli yang terdahulu sebagai bahan pertimbangan. Walaupun, dia mengaku tidak meminta izin terlebih dahulu kepada Ma'ruf Amien.

"Saya kira Kiai Ma'ruf adalah orang yang berlapang dada mengerti mengapa saya hadir di sini sebagai pengimbang. Jadi kalau kyai Ma'ruf boleh, saya juga harus boleh. Dan saya juga dijamin konstitusi untuk menyampaikan pendapat," tutup Ahmad.

Selain itu dia menjelaskan, kasus Basuki atau akrab disapa Ahok itu tengah menjadi polemik di kalangan umat muslim sendiri. Karena adanya perbedaan pandangan melihat pidato yang menyinggung surat Al-Maidah ayat 51, ada yang menilai melakukan penistaan dan sebaliknya.

"Inikan persengketaan. Ini diselesaikan di hadapan hakim. Karena ini negara konstitusi. Negara berdasarkan UU. Maka tidak patut warga negara menjadi hakim atas kasus berdasarkan nafsunya masing-masing," jelasnya.

Ahmad mengharapkan, masyarakat agar menyerahkan kasus dugaan penodaan agama ini melalui proses hukum. "Kalau bersalah harus dihukum, kalau tidak bersalah ya wajib dibebaskan. Itulah keadilan. Oleh karena itu perlu diberi penjelasan dari berbagai pihak," tutupnya.
 

0 komentar:

Posting Komentar