Kami Orang Tionghoa Berhak Ikut Memilih Gubernur DKI
www.LigaEmas.net - Saya masih ingat pesan Papa saya ketika
saya pertama kali mengikuti Pemilu.
“Coblos Beringin ya. Kita orang
Tionghoa tidak susah kalau Beringin yang menang.” Masa itu jaman orde
baru di bawah pemerintahan Suharto. Kebanyakan orang Tionghoa seperti
Papa saya. Buta politik dan tidak peduli akan politik. Hampir tidak ada
kesempatan bagi orang Tionghoa untuk masuk ke politik dan pemerintahan.
Saya pun hanya mencoblos seperti apa yang disarankan oleh Papa saya.
Tanpa sadar, justru Suharto dan Golkar yang telah memberangus hak
politik kami.
Satu hari sebelum Pilkada yang lalu, saya
sedang duduk di sebuah kafe. Di depan saya duduk sekelompok anak SMA.
Dari matanya yang sipit dan kulit yang putih, saya menduga mereka orang
Tionghoa seperti saya. Mereka ribut dan berisik seperti remaja para
umumnya. Mereka asyik memandangi layar hape yang dipegang seorang
temannya. Saya ikut mengintip layar hape tersebut.
Saya terheran-heran
karena video yang diputar di hape tersebut adalah video Youtube rekaman
debat final Pilkada DKI.
Jaman sudah berubah. Kami memang orang
Tionghoa. Yang kalau ditelusuri beberapa generasi ke belakang memang
datang dari daratan Tiongkok. Tapi kebanyakan kami, apalagi generasi
millenial, tidak lagi merasa sebagai orang Cina. Kami orang Indonesia
yang kebetulan keturunan Cina. Dan kami tidak lagi buta politik atau pun
apatis terhadap politik. Kami belajar dari kesalahan orangtua kami.
Jika kami menyerahkan hak politik kami, maka kami dan keluarga kami
hanya akan dijadikan korban para politikus dan penguasa.
Maka jangan heran, kalau banyak video
rekaman penuh kemarahan dari orang-orang Tionghoa yang merasa dirampas
hak politiknya. Perlakuan diskriminatif terhadap orang Tionghoa bukan
sesuatu yang aneh bagi kami. Berpuluh-puluh tahun kami belajar untuk survive
di tengah perlakuan diskriminatif.
Namun jaman sudah berubah. Mungkin
keberanian Ahok membuat kami malu kalau kami hanya diam seperti yang
biasa kami lakukan. Mungkin kami hanya tidak sudi kembali diperlakukan
diskriminatif.
Begitu banyak video rekaman dan laporan
tentang warga (kebanyakan warga Tionghoa) yang tidak bisa memilih.
Mereka yang dirampas hak suaranya di RT 6 Cengkareng Timur.
Mungkin saja ini terjadi karena KPUD yang
tidak kompeten. Atau mungkin juga karena oknum KPUD dan penyelenggara
Pilkada tidak netral dan berpihak pada salah satu paslon. Bawaslu dan
pihak terkait silahkan menyelidiki hal ini. Saya sendiri sulit menerima
bahwa ini hanya sekedar kelalaian saja. KPUD bisa berkelit menyatakan
tidak bisa mendata pemilih tersebut karena tinggal di apartemen. Namun
berbagai kasus menimpa orang-orang yang ada dalam satu KK. Satu keluarga
ada enam orang, hanya dua orang yang mendapatkan C6. Sesuai anjuran
KPUD, mereka yang tidak mendapatkan C6 perlu mengurus ke kelurahan.
Sesampainya di kelurahan mereka diminta pulang dengan penjelasan tidak
perlu C6. Cukup hanya membawa e-KTP dan KK saja nanti sudah bisa
mencoblos. Apa daya, sesampainya di TPS, mereka dilempar sana-sini, dan
kemudian diminta ngantri panjang di bawah terik matahari, hanya untuk
disuruh pulang karena surat suara yang habis atau karena TPS sudah harus
tutup.
Memperlakukan warga DKI seperti ini hanya
membakar semangat kami untuk memperjuangkan Ahok sebagai Gubernur DKI.
Supaya tidak ada lagi pelayanan birokrasi seperti ini. Di ping-pong
sana-sini, dipermainkan dengan aturan berbelit-belit hanya membangkitkan
trauma dan membuka luka lama.
Saya berani menjamin sebagian besar orang
Tionghoa tidak memilih Ahok karena dia orang Tionghoa.
Tapi karena hanya
Ahok yang berani menyikat pejabat publik yang sok berkuasa dan membuat
susah warga DKI. Bagi banyak orang Tionghoa, Ahok melakukan apa yang
ingin mereka lakukan, jika saja mereka punya kesempatan dan nyali.
Jika memang ada pihak yang berusaha
menghalang-halangi orang Tionghoa untuk memberikan suaranya, sebaiknya
berpikir seribu kali. Carilah cara lain untuk curang. Terlalu mahal
harga yang sudah dibayar untuk membawa Indonesia menjadi negara
demokrasi. One man one vote. Ingat juga, kecurangan
diskriminatif seperti ini akan menjadi api dalam sekam. Gubernur DKI
terpilih memerlukan legitimasi untuk bisa memimpin dengan baik.
Memainkan hak suara hanya melemahkan legitimasi dari Gubernur terpilih
nantinya. Mari bertanding dengan sportif di putaran kedua nanti.
(Bukan hanya warga keturunan Tionghoa yang
tidak bisa menggunakan hak pilihnya. Apapun ras dan keturunannya tidak
pantas untuk diperlakukan diskriminatif.)
0 komentar:
Posting Komentar