Jumat, 17 Februari 2017

Kami Orang Tionghoa Berhak Ikut Memilih Gubernur DKI

Kami Orang Tionghoa Berhak Ikut Memilih Gubernur DKI

http://ligaemas.blogspot.com/2017/02/kami-orang-tionghoa-berhak-ikut-memilih.html

www.LigaEmas.net - Saya masih ingat pesan Papa saya ketika saya pertama kali mengikuti Pemilu. 

“Coblos Beringin ya. Kita orang Tionghoa tidak susah kalau Beringin yang menang.” Masa itu jaman orde baru di bawah pemerintahan Suharto. Kebanyakan orang Tionghoa seperti Papa saya. Buta politik dan tidak peduli akan politik. Hampir tidak ada kesempatan bagi orang Tionghoa untuk masuk ke politik dan pemerintahan. Saya pun hanya mencoblos seperti apa yang disarankan oleh Papa saya.  Tanpa sadar, justru Suharto dan Golkar yang telah memberangus hak politik kami.

Satu hari sebelum Pilkada yang lalu, saya sedang duduk di sebuah kafe. Di depan saya duduk sekelompok anak SMA. Dari matanya yang sipit dan kulit yang putih, saya menduga mereka orang Tionghoa seperti saya. Mereka ribut dan berisik seperti remaja para umumnya. Mereka asyik memandangi layar hape yang dipegang seorang temannya. Saya ikut mengintip layar hape tersebut. 

Saya terheran-heran karena video yang diputar di hape tersebut adalah video Youtube rekaman debat final Pilkada DKI.

Jaman sudah berubah. Kami memang orang Tionghoa. Yang kalau ditelusuri beberapa generasi ke belakang memang datang dari daratan Tiongkok. Tapi kebanyakan kami, apalagi generasi millenial, tidak lagi merasa sebagai orang Cina. Kami orang Indonesia yang kebetulan keturunan Cina. Dan kami tidak lagi buta politik atau pun apatis terhadap politik. Kami belajar dari kesalahan orangtua kami. Jika kami menyerahkan hak politik kami, maka kami dan keluarga kami hanya akan dijadikan korban para politikus dan penguasa.

Maka jangan heran, kalau banyak video rekaman penuh kemarahan dari orang-orang Tionghoa yang merasa dirampas hak politiknya. Perlakuan diskriminatif terhadap orang Tionghoa bukan sesuatu yang aneh bagi kami. Berpuluh-puluh tahun kami belajar untuk survive di tengah perlakuan diskriminatif. 

Namun jaman sudah berubah. Mungkin keberanian Ahok membuat kami malu kalau kami hanya diam seperti yang biasa kami lakukan. Mungkin kami hanya tidak sudi kembali diperlakukan diskriminatif.
Begitu banyak video rekaman dan laporan tentang warga (kebanyakan warga Tionghoa) yang tidak bisa memilih.


Mereka yang dirampas hak suaranya di RT 6 Cengkareng Timur.

Mungkin saja ini terjadi karena KPUD yang tidak kompeten. Atau mungkin juga karena oknum KPUD dan penyelenggara Pilkada tidak netral dan berpihak pada salah satu paslon. Bawaslu dan pihak terkait silahkan menyelidiki hal ini.  Saya sendiri sulit menerima bahwa ini hanya sekedar kelalaian saja. KPUD bisa berkelit menyatakan tidak bisa mendata pemilih tersebut karena tinggal di apartemen. Namun berbagai kasus menimpa orang-orang yang ada dalam satu KK. Satu keluarga ada enam orang, hanya dua orang yang mendapatkan C6. Sesuai anjuran KPUD, mereka yang tidak mendapatkan C6 perlu mengurus ke kelurahan. Sesampainya di kelurahan mereka diminta pulang dengan penjelasan tidak perlu C6. Cukup hanya membawa e-KTP dan KK saja nanti sudah bisa mencoblos. Apa daya, sesampainya di TPS, mereka dilempar sana-sini, dan kemudian diminta ngantri panjang di bawah terik matahari, hanya untuk disuruh pulang karena surat suara yang habis atau karena TPS sudah harus tutup.

Memperlakukan warga DKI seperti ini hanya membakar semangat kami untuk memperjuangkan Ahok sebagai Gubernur DKI. Supaya tidak ada lagi pelayanan birokrasi seperti ini. Di ping-pong sana-sini, dipermainkan dengan aturan berbelit-belit hanya membangkitkan trauma dan membuka luka lama.

Saya berani menjamin sebagian besar orang Tionghoa tidak memilih Ahok karena dia orang Tionghoa. 

Tapi karena hanya Ahok yang berani menyikat pejabat publik yang sok berkuasa dan membuat susah warga DKI. Bagi banyak orang Tionghoa, Ahok melakukan apa yang ingin mereka lakukan, jika saja mereka punya kesempatan dan nyali.

Jika memang ada pihak yang berusaha menghalang-halangi orang Tionghoa untuk memberikan suaranya, sebaiknya berpikir seribu kali. Carilah cara lain untuk curang. Terlalu mahal harga yang sudah dibayar untuk membawa Indonesia menjadi negara demokrasi. One man one vote. Ingat juga, kecurangan diskriminatif seperti ini akan menjadi api dalam sekam. Gubernur DKI terpilih memerlukan legitimasi untuk bisa memimpin dengan baik. Memainkan hak suara hanya melemahkan legitimasi dari Gubernur terpilih nantinya. Mari bertanding dengan sportif di putaran kedua nanti.

(Bukan hanya warga keturunan Tionghoa yang tidak bisa menggunakan hak pilihnya. Apapun ras dan keturunannya tidak pantas untuk diperlakukan diskriminatif.)

0 komentar:

Posting Komentar